Monday, October 13, 2014

Manfaat dan Kelemahan Pernikahan Dini

Oleh : Siti Malikhah


A.    Manfaat Pernikahan Dini

1.      Belajar memikul tanggung jawab di usia dini
Banyak remaja yang di rumah barangkali tidak begitu bertanggung jawab, karena orang tua mereka dapat mengurus semuanya. Di sisi lain remaja-remaja yang sudah menikah membangun rumah sendiri dan bertanggung jawab atas suami atau istrinya.dan mengatur urusan mereka tanpa tanpa bergantung sepenuhnya pada orang tua.
2.      Dukungan emosional
Sering sekali remaja terpaksa meninggalkan rumah mereka atau di lepas dari rumah, mereka menemukan pasangan di mana mereka dapat berbagi penderitaan dan kesulitan, kebutuhan emosional mereka menyatu ketika mereka bersama.
3.      Kebebasan yang lebih
Berada jauh dari rumah, para remaja dapat menjalani hidup mereka sendiri, mereka membuat keputusan sendiri tntang apa yang baik bagi mereka, mereka menjadi mandiri secara finansial dan emosional (mental). Untung Rugi Pernikahan Dini dalam Pandangan Islam

B.     Kelemahan Pernikahan Dini

Tanpa kita sadari ada banyak dampak dari pernikahan dini, ada yang berdampak bagi kesehatan, psikologis (jiwa) dan kehidupan keluarga remaja.
1. Kanker leher rahim
Perempuan yang menikah di bawah 20 tahun. Beresiko terkena kangker leher rahim. Pada usia remaja sel-sel leher rahim belum matang.
2. Deperesi berat
Deperesi berat akibat pernikahan dini bisa terjadi pada kondisi yang berbeda. Pda pribadi yang tertutup akan membuat si jemaja menarik diri dari pergaulan. Ia menjadi pendiam, tak mau bergaul. Sedangkan deperesi terbuka isi remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Secara psikologis ke dua bentuk deperesi tersebut sama-sama berbahaya.
3. Konflik keluarga yang berujung perceraian
Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya masih sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima  perubahan ini. Ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang di lakukan bersama pesangannya (pacarnya) hanya satu persoalannya. Pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian.
Kawin muda atau biasa disebut pernikahan dini sering dianggap sebagai kawin yang bermasalah. Padahal pernikahan tidak mengenal tua atau muda. Semua kembali kepada niat masing-masing pribadi dan individu. Pernikahan adalah sesuatu yang indah dan lumrah. Pernikahan bukanlah peristiwa besar tetapi juga tidak boleh dipandang remeh dan sepele.
Nabi bersabda: “Menikahlah, maka engkau akan menjadi kaya.” Dalam pandangan Islam menikah dipandang sebagai ibadah.
Apa yang disebut kawin muda sesungguhnya bukanlah rentang batas usia menuju jenjang pernikahan. Tetapi, secara hakiki adalah usia perkawinan, lama atau sebentarnya masa pernikahan. Seberapa lama pun orang menikah, kemungkinan cerai bisa saja terjadi. Kita lupa menikah bukan soal umur tertentu, tetapi masalah kesiapan. Tidak semua pernikahan juga bermuara dari cinta. Boleh jadi karena terpaksa atau karena keadaan. Perkawinan muda secara umum muncul karena pertumbuhan penduduk yang demikian cepat dan tingkat usia subur rata-rata yang lebih cepat dari generasi sebelumnya.  
Bagi sebagian orang, nikah itu mudah. Ada orang-orang tertentu berani dan sanggup melaksanakan pernikahan dalam keserderhanaan. Misalnya sudah tidak memiliki orang tua, lalu meminta seorang teman menjadi wali hukum. Tanpa prosedur yang rumit, akan nikah dilangsungkan dan syukuran makan-makan diadakan. Cukup buat keluarga dan teman dekat.
Pasangan yang kawin muda perlu belajar mengenal karakter masing-masing, karena setiap pribadi pastilah dipengaruhi oleh pola sosial budaya tempat mereka berasal. Tujuannya supaya kedua pasangan dapat saling berbagi kasih sayang. Sebab, manusia seringkali membuat “pagar api” dengan batas-batas dunianya sendiri tanpa sedikitpun mau belajar dan saling mengenal orang lain. Itu sebabnya, walaupun jodoh di tangan, prosesnya tetap melalui usaha saling mengenal, walaupun sebatas dikenalkan oleh orangtua, adik, kakak, tetangga, atau bahkan orang tidak ada kaitannya langsung.
Kebanyakan yang gagal kawin muda atau cerai. Bukan karena alasan kawin muda, tetapi melainkan alasan ekonomi dan lain sebagainya.

Hukum Menikah


Oleh : Siti Malikhah

Hukum menikah pada dasarnya adalah Jaiz (Boleh), Semua orang boleh menikah, namun karena pertimbangan keadaan sesorang, maka hukum dasar tersebut bisa berubah-ubah yakni :
1.      Wajib
Menikah menjadi wajib bagi sesorang mampu lahir dan batin dan di khawatirkan tidak dapat menahan dan perbuatan zina. Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS.An-Nur : 33)
2.      Sunnah
Bilamana seseorang mampu memenuhi kebutuhan lahir batin, bisa memberi maskawin kebutuhan lain sementara dia masih mampu menahan godaan nafsu untuk bertahan di jalan yang benar tanpa godaan nafsu untuk bertahan di jalan yang benar tanpa tergoda ke jalan yang haram.
Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.
Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78).
Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.

3.      Mubah
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah
Mubah adalah : kondisi dimana seseorang tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakirinya, cintohnya : seorang laki-laki yang menjadi pengusaha muda yang masih berumur 19 tahun, dia sudah ckup papan pangan sandang, dan jg sdh mmlki cukup keb batin
4.      Makruh
Bilamana seseorang belum punya niat dan belum mampu mendirikan rumah tangga atau seseorang sudah punya niat tapi ragu-ragu untuk melaksanakannya.
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.
Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.

5. Haram
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya.
Seperti orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.

Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.

Pernikahan Dini

                                                Oleh : Siti Malikhah

Menurut  bahasa nikah adalah “bersengaja atau bercampur” (Djamaan Nur : 1973 :1) Sedangkan menurut arti istilah menikah adalah aka dang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (Suami Istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong serta memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing “ (Djamaan Nur : 1993 :4). Dini diartikan masih muda, belia, atau remaja.
Pendapat yang telah diuraikan dapat penulis simpulkan bahwa pernikahan yang dilaksanakan oleh mereka (Orang-orang) Yan berusia muda sebagai ikatan lahir batin antara laki-laki dan prempuan untuk membina sebuah rumah tangga, yang di dalamnya akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.
Pengertian pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18 tahun (masih berusia remaja).
Didalam Undang-Undang Perkawinan terdapat beberapa pasal diantaranya pada pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 2 menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (YPAN, 2008).
Pernikahan dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun biologis remaja yaitu (Nugraha, 2002):
  1. Remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan melahirkan, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi, kehilangan kesempatan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi, interaksi dengan lingkungan teman sebaya menjadi berkurang, sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja, yang otomatis lebih mengekalkan kemiskinan (status ekonomi keluarga rendah karena pendidikan yang minim).
  2. Dampak bagi anak: akan melahirkan bayi lahir dengan berat rendah, sebagai penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi, cedera saat lahir, komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas.
  3. Pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap istri, yang timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi pasangan muda tersebut.
  4. Pernikahan dini juga dapat menyebabkan kanker serviks karena belum siapnya organ reproduksi untuk berproduksi
  5. Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga
  6. Pengetahuan yang kurang akan lembaga perkawinan
  7. Rerelasi yang buruk dengan keluarga.
Walaupun begitu, dalam konteks beberapa budaya, pernikahan dini bukanlah sebuah masalah, karena pernikahan dini sudah menjadi kebiasaan. Tetapi, dalam konsep perkembangan, pernikahan dini akan membawa masalah psikologis yang besar dikemudian hari karena pernikahan tersebut.
Manfaat dan Kelemahan Pernikahan Dini

Icka's Blogger: KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)

Icka's Blogger: KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI): Oleh : Siti Malikhah Definisi KIPI Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadi...

Gejala Klinis KIPI

 Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.

Reaksi KIPI
Gejala KIPI
Lokal
Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis
SSP
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain
Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5°C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus (3jam)
Sindrom syok septik

Dikutip dari RT Chen, 1999
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.

Jenis Vaksin
Gejala Klinis KIPI
Saat timbul KIPI
Toksoid Tetanus (DPT, DT, TT)
Syok anafilaksis
Neuritis brakhial
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
2-18 hari
tidak tercatat
Pertusis whole cell(DPwT)
Syok anafilaksis
Ensefalopati
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
72 jam
tidak tercatat
Campak
Syok anafilaksis
Ensefalopati
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
5-15 hari
tidak tercatat
Trombositopenia
Klinis campak pada resipien imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
7-30 hari
6 bulan
tidak tercatat
Polio hidup (OPV)
Polio paralisis
Polio paralisis pada resipien imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
30 hari
6 bulan
Hepatitis B
Syok anafilaksis
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
tidak tercatat
BCG
BCG-itis
4-6 minggu

KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)

Oleh : Siti Malikhah

Definisi KIPI

Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.

Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety CommitteeInstituteof Medicine (IOM) USA menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors).

Etiologi KIPI

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:
1.      Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
2.      Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
3.      Derajat sakit resipien
4.      Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
5.      Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1.      Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
·         Dosis antigen (terlalu banyak)
·         Lokasi dan cara menyuntik
·         Sterilisasi semprit dan jarum suntik
·         Jarum bekas pakai
·         Tindakan aseptik dan antiseptik
·         Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
·         Penyimpanan vaksin
·         Pemakaian sisa vaksin
·         Jenis dan jumlah pelarut vaksin
·         Tidak memperhatikan petunjuk produsen
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.
  1. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
  1. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
  1. Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
  1. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.