Oleh : Siti Malikhah
Hukum menikah pada
dasarnya adalah Jaiz (Boleh), Semua orang boleh menikah, namun karena
pertimbangan keadaan sesorang, maka hukum dasar tersebut bisa berubah-ubah
yakni :
1. Wajib
Menikah menjadi wajib
bagi sesorang mampu lahir dan batin dan di khawatirkan tidak dapat menahan dan
perbuatan zina. Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu
secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu
disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya
hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir
jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-Qurtubi berkata
bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah
bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya.
Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup
dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :
Dan
Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS.An-Nur : 33)
2. Sunnah
Bilamana seseorang mampu
memenuhi kebutuhan lahir batin, bisa memberi maskawin kebutuhan lain sementara
dia masih mampu menahan godaan nafsu untuk bertahan di jalan yang benar tanpa
godaan nafsu untuk bertahan di jalan yang benar tanpa tergoda ke jalan yang
haram.
Orang yang punya kondisi
seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab
masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina
yang diharamkan Allah SWT.
Bila dia menikah, tentu
dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak
menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW
untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Menikahlah, karena aku berlomba
dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para
rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78).
Bahkan Ibnu Abbas ra
pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang yang tidak
sempurna ibadahnya.
3.
Mubah
Orang yang berada pada
posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah
dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu
menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga
tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi
tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah
Mubah adalah : kondisi
dimana seseorang tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada
larangan atau anjuran untuk mengakirinya, cintohnya : seorang laki-laki yang
menjadi pengusaha muda yang masih berumur 19 tahun, dia sudah ckup papan pangan
sandang, dan jg sdh mmlki cukup keb batin
4.
Makruh
Bilamana seseorang belum
punya niat dan belum mampu mendirikan rumah tangga atau seseorang sudah punya
niat tapi ragu-ragu untuk melaksanakannya.
Orang yang tidak punya
penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual,
hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta
yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk
menikah meski dengan karahiyah.
Sebab idealnya bukan
wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab
pihak suami.
Maka pernikahan itu
makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi
demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka
tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.
5. Haram
Secara
normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah.
Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan
seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon
istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain itu juga bila
dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima oleh
pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah
sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan
dari calon pasangannya.
Seperti
orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorng
akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram
baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima
resikonya.
Selain
dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk
menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan
agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi
wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang
berada dalam masa iddah.
Ada
juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak
memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa
saksi. Atau menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk
sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.
No comments:
Post a Comment